Pencarian Sejati
Sore
itu terasa berat, bukan saya tak
menginginkan, dan juga bukan saya seorang yang pemalas tapi ini tantangan. Saat
saya harus terikat dengan perkuliahan pada hari minggu. Dimana hari tersebut biasa
digunakan mahasiswa perantau menikmati kebersamaan dengan keluarga dikampung, hari
yang dipergunakan untuk menyelesaikan semua tugas yang telah ditumpuk selama
seminggu, hari yang digunakan untuk menyegarkan
kepala dari rutinitas kerja otak (study hard).
Namun
tertanda, 30 september 2012 kami tak lagi dipergunakan untuk hal tersebut.
Kami, saya dan teman-teman satu lokal
dijanjikan oleh dosen melakukan perkuliahan dihari minggu karena beliau
mempunyai acara lain pada hari kuliah
yang tertera di KRS.
Tentunya
banyak opsi yang muncul dari keputusan yang dibuat oleh dosen kami. Ada yang menikmati
perkuliahan tersebut karena memang hari itu mereka tidak terikat aktivitas apapun.
Namun disatu sisi, kuliah dihari minggu ini mebuat pertentangan antara harus
kuliah atau melakukan hal lainnya seperti tuntutan pekerjaan dan rutinitas
wajib dihari tersebut.
Hari
pertama berkuliah dihari minggu tersebut, saya dan teman-teman satu lokal menunggu
kedatangan dosen. Lama. Dan sangat lama sekali. Mungkinkah hari yang telah kami
luangkan hari ini akan terbuang sia-sia? Mungkinkah dosen kami
sebenarnya malas? Ataukah ini hanya karena kami yang terlalu bersemangat sehingga
membuat kami berat harus menunggu? Pertanyaan-pertanyaan tersebut seolah
saling bertengkar dibenak kami. Mencoba mencari tempat terdepan untuk terjawab.
Dan
akhirnya, berselang satu jam kemudian. Dosen tercinta yang telah kami tunggu
dengan keluh kesah itu hadir di pandangan kami.
Perkulaiahan
hari itu dibuka dengan permintaan maaf dari dosen tersebut atas
keterlambatannya.
Saya
dan teman-teman semua hanya angguk-angguk kepala, dan puas akan masuknya dosen
tersebut. Ditengah indahnya narasi yang dosen sampaikan mengenai materi pada
hari itu. Satu hal tiba-tiba mengagetkan kami. Sang dosen duduk, dan dengan latang
menyuarakan, Jangan pernah menjadi
mahasiswa enggak!.
Sontak kami semua kaget
dan sedikit tertawa geli, apa itu?
Setelah
berucap demikian, dosen kamipun menjelaskan kepada kami. Memberi kami
butiran-butiran kesadaran dan mengingatkan kami saat kami
diambang lupa.
Jadilah
orang yang berilmu. Bersungguh-sungguhlah! Kalian semua harus belajar dengan
keras supaya kalian bisa digunakan. Hanya orang yang
berilmu yang akan menghargai ilmu itu sendiri. Ilmu memang mahal dan
membutuhkan proses waktu yang lama untuk mendapatkannya, dan terkadang harus
mengorbankan segalanya untuk sebuah ilmu.
Dosen
tersebut mulai membuka cakrawala kami yang sedang terikat oleh ketidak
ikhlasan.
Hari
itu, dengan membawa seonggok semangat baru, kami meneriakkan cinta ilmu dan berjanji
akan bersungguh dan menghargai setiap waktu untuk mencari ilmu.Dan
benar, semua tidak ada yang sia-sia.
Begitu menikmati kami hari itu, seolah disadarkan oleh nyanyian fatamorgana
yang selalu membuai-buaikan kami ke jurang kemalasan. Namun hari ini, kami
menyadari, betapa berharganya menjadi seorang yang berilmu, seorang yang selalu
belajar dalam keikhlasan.
Kami pemburu ilmu sejati, kuat, tangguh, tetap semangat dalam kelucuan. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar