Sabtu, 01 Desember 2012

Perkuliahan Dihari Minggu


Pencarian Sejati

Sore itu  terasa berat, bukan saya tak menginginkan, dan juga bukan saya seorang yang pemalas tapi ini tantangan. Saat saya harus terikat dengan perkuliahan  pada hari minggu. Dimana hari tersebut biasa digunakan mahasiswa perantau menikmati kebersamaan dengan keluarga dikampung, hari yang dipergunakan untuk menyelesaikan semua tugas yang telah ditumpuk selama seminggu, hari yang digunakan untuk menyegarkan kepala dari rutinitas kerja otak (study hard).
Namun tertanda, 30 september 2012 kami tak lagi dipergunakan untuk hal tersebut. Kami, saya dan teman-teman satu lokal  dijanjikan oleh dosen melakukan perkuliahan dihari minggu karena beliau mempunyai acara  lain pada hari kuliah yang tertera di KRS.
Tentunya banyak opsi yang muncul dari keputusan yang dibuat oleh dosen kami. Ada yang menikmati perkuliahan tersebut karena memang hari itu mereka tidak terikat aktivitas apapun. Namun disatu sisi, kuliah dihari minggu ini mebuat pertentangan antara harus kuliah atau melakukan hal lainnya seperti tuntutan pekerjaan dan rutinitas wajib dihari tersebut.
Hari pertama berkuliah dihari minggu tersebut, saya dan teman-teman satu lokal menunggu kedatangan dosen. Lama. Dan sangat lama sekali. Mungkinkah hari yang telah kami  luangkan hari ini akan terbuang sia-sia? Mungkinkah dosen kami sebenarnya malas? Ataukah ini hanya karena kami yang terlalu bersemangat sehingga membuat kami berat harus menunggu? Pertanyaan-pertanyaan tersebut seolah saling bertengkar dibenak kami. Mencoba mencari tempat terdepan untuk terjawab.
Dan akhirnya, berselang satu jam kemudian. Dosen tercinta yang telah kami tunggu dengan keluh kesah itu hadir di pandangan kami.
Perkulaiahan hari itu dibuka dengan permintaan maaf dari dosen tersebut atas keterlambatannya.
Saya dan teman-teman semua hanya angguk-angguk kepala, dan puas akan masuknya dosen tersebut. Ditengah indahnya narasi yang dosen sampaikan mengenai materi pada hari itu. Satu hal tiba-tiba mengagetkan kami.  Sang dosen duduk, dan dengan latang menyuarakan, Jangan pernah menjadi mahasiswa enggak!.
Sontak kami semua kaget dan sedikit tertawa geli, apa itu?  
Setelah berucap demikian, dosen kamipun menjelaskan kepada kami. Memberi kami butiran-butiran kesadaran dan mengingatkan kami saat kami diambang lupa.
Jadilah orang yang berilmu. Bersungguh-sungguhlah! Kalian semua harus belajar dengan keras supaya kalian bisa digunakan. Hanya orang yang berilmu yang akan menghargai ilmu itu sendiri. Ilmu memang mahal dan membutuhkan proses waktu yang lama untuk mendapatkannya, dan terkadang harus mengorbankan segalanya untuk sebuah ilmu.
Dosen tersebut mulai membuka cakrawala kami yang sedang terikat oleh ketidak ikhlasan.
Hari itu, dengan membawa seonggok semangat baru, kami meneriakkan cinta ilmu dan berjanji akan bersungguh dan menghargai setiap waktu untuk mencari ilmu.Dan benar,  semua tidak ada yang sia-sia. Begitu menikmati kami hari itu, seolah disadarkan oleh nyanyian fatamorgana yang selalu membuai-buaikan kami ke jurang kemalasan. Namun hari ini, kami menyadari, betapa berharganya menjadi seorang yang berilmu, seorang yang selalu belajar dalam keikhlasan.
Kami pemburu ilmu sejati, kuat, tangguh, tetap semangat dalam kelucuan.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar